Quantcast
Channel: Emotional Flutter
Viewing all articles
Browse latest Browse all 172

Then, Now, and Forever (Part 1)

$
0
0


September 2013

Dengan letih, gua menyeret koper gua keluar dari bandara. Ya, setelah penantian panjang selama 12 jam di bandara Kuala Lumpur dan 5 jam penerbangan, akhirnya gua bisa menghirup udara segar Guilin untuk pertama kalinya. Dengan Bahasa Mandarin gua yg udah lumayan lancar, gua sama sekali tidak kesulitan mencari taksi dan beberapa menit kemudian, mata gua sudah dimanjakan oleh gunung-gunung dan sungai yg indah, sebuah pemandangan yg biasanya hanya gua lihat di lukisan-lukisan China kuno.

"Kamu ke sini untuk sekolah?" tanya si tante supir taksi dengan logat mandarinnya selatannya yg kental. Yup, di China sini, wanita pun banyak yg berprofesi jadi supir taksi.
"Iya, saya ke sini untuk kuliah S2" jawab gua, masih sibuk memandangi pemandangan indah di luar jendela.
"Kamu dari negara mana?"
"Indonesia"
"Bahasa Mandarin kamu lumayan lancar, dulunya kamu belajar di mana?" tanya si Tante lagi.
"Di Shijiazhuang, Hebei" jawab gua.
"Berapa lama?"
"Satu tahun"
"Wah, satu tahun doank, tapi kok bisa lancar seperti ini? Banyak bergaul sama orang China ya?"
"Hehe" gua nyengir, agak agak tersipu malu. "Iya tante, tuntutan lingkungan sih, mau gimana lagi?"
"Kepikiran mau cari pacar orang China ga?" tanya si tante lagi. Sebuah pertanyaan, yg langsung membangkitkan perasaan yg selama beberapa bulan ini, gua kubur dalam-dalam di sudut hati gua.

Gua tersenyum pahit, tapi gua rasa si tante tidak menyadari hal itu.
"Ngga deh tante, takut ga cocok"
"Ehhh, jangan ngomong gitu. Di kampung halaman tante di Hunan banyak cewe yg cantik-cantik, mau tante kenalin ga?" tanya si tante penuh semangat.
Deg! Hunan. Satu kata itu udah cukup untuk bikin jantung gua bagaikan diremas-remas. Sakit. Tapi gua tetep senyum, dan jawab :
"Boleh deh tante, gimana tante aja"
Dan akhirnya, belum sampai satu jam di Guilin, udah ada tante-tante yg minta tukeran ID Wechat sama gua.

Guilin, at night

Mungkin karena gua sebelumnya udah pernah tinggal selama satu tahun di Shijiazhuang, jadinya gua ga kaget-kaget amat sama keadaan di Guilin ini, toh sama-sama masih di China. Hari pertama gua di Guilin itu dihabiskan dengan beres-beres kamar, ngurusin dokumen-dokumen buat resident permit di tata usaha, beli kartu telepon, buka account di bank, dan juga pasang Internet. Dulu waktu pertama sampe ke Shijiazhuang, karena ga bisa ngomong Mandarin sama sekali, gua butuh waktu 2 minggu untuk bisa ngurusin semua itu, itu juga dengan dibantuin temen-temen Indo gua yg Mandarin nya udah jago-jago. Sekarang? Kurang dari 6 jam, semuanya bisa gua beresin, sendirian.

Begitu gua selesai ngurusin Internet, ga kerasa langit udah gelap dan bahu gua mulai pegel-pegel. Dipikir-pikir, memang sejak tadi malem nangkring semaleman di bandara Kuala Lumpur sampai tadi di pesawat, gua baru tidur kurang lebih 2 jam. Selaen roommate gua dan laoshi-laoshi di tata usaha, gua belom kenal siapa-siapa di Guilin ini, jadi setelah makan malam sendirian di tengah hiruk pikuknya lingkungan baru yg serba asing ini, gua memutuskan untuk istirahat lebih awal.

Malam itu gua kembali memimpikan dia, sosok yg selalu hadir mengusik batin gua semenjak gua dan dia putus 2 bulan yg lalu. Gua ga inget apa isi mimpi gua malam itu, yg jelas, hari itu gua beberapa kali terjaga di tengah malam buta sambil bersimbah peluh dan air mata.

Dari asrama gua ke gedung tempat gua kuliah butuh waktu 20 menit jalan kaki. Tapi karena hari itu adalah hari pertama gua masuk kuliah, gua memutuskan untuk berangkat lebih awal. Udara pagi itu lumayan sejuk dan di tengah perjalanan gua banyak berpapasan dengan orang-orang yg sedang lari pagi, membawa anjingnya jalan-jalan, atau kakek nenek yg sedang latihan Taiji. Gua memandang awan-awan putih yg sedang berjajar dengan megahnya di langit biru, dan seiring dengan rasa pedih yg kembali menyengat di dada gua, sosok itu pun kembali muncul di benak gua.

Kembali ke China dan melanjutkan kuliah S2 adalah suatu hal yg dulu sangat gua nanti-nantikan, tapi kenapa sekarang hati gua terasa begitu hampa? Guilin dan Hunan hanya terpisah beberapa jam perjalanan naik kereta saja, tapi mengapa hari-hari yg dulu gua lalui bersama dia seolah-olah terasa begitu jauh?

Kalo memang gua dan dia ga berjodoh, lalu kenapa Tuhan mempertemukan kita? Kalo dia bukanlah sang belahan jiwa gua, lalu lantas siapa? Sampe kapan gua bakal terus terombang-ambing, bagaikan sehelai daun yg terdorong oleh derasnya arus sungai. Dari hulu ke hilir, dan kembali ke samudra luas, kembali mencari sekeping hati yg akan jadi tempat perhentian terakhir gua, kembali memulai...dari NOL.

Sementara hati terus mencaci maki sang takdir, kaki gua terus melangkah, dan tanpa gua sadari, gua udah sampe di gedung tempat kuliah gua. Dengan langkah gontai gua melangkah menaiki tangga ke lantai dua dan di situlah, di depan ruang 203, gua berpapasan dengan GADIS ITU...




You never know when you're about to meet someone very important. It's not like life gives you a warning. You just look up and there they are.” ~ Ted Mosby, How I Met Your Mother ~

(To be continued...)

Viewing all articles
Browse latest Browse all 172

Trending Articles