Quantcast
Channel: Emotional Flutter
Viewing all 172 articles
Browse latest View live

How I Asked Her to Marry Me (Part 1)

$
0
0

"There are two most important days in any love story. The day you meet the girl of your dreams and the day you marry her" ~ How I Met Your Mother

Ada dua momen paling penting dalam kisah cinta setiap pasangan. Hari di mana kau bertemu dengan belahan jiwamu, dan hari di mana kau menikahinya. Itu adalah salah satu kalimat dari serial sitcom How I Met Your Mother yang paling membekas di hati gua. Dan ya, gua setuju banget sama kalimat itu.

Sepanjang hidup gua ini, gua udah mengalami beberapa kisah cinta yang cukup fenomenal (baca aja di postingan-postingan blog terdahulu hehe) Tapi sayangnya, semua kisah itu berakhir dengan perpisahan. Karena itu gua bertekad, kalau suatu hari gua akhirnya menemukan seseorang yang layak dan juga bersedia menjadi partner gua seumur hidup, gua akan melamar dia dengan cara yang super romantis dan tidak terlupakan.

Nah, di postingan bersambung kali ini, gua mau cerita tentang perjalanan gua melamar pacar gua. Kisah ini cukup panjang dan penuh lika-liku, tapi kalo kalian sabar bacanya, gua jamin di akhir cerita nanti, kalian akan tersenyum =)

Selamat membaca




Oktober 2015
Setelah hampir dua tahun pacaran dengan Lily, gua mulai merasa yakin bahwa dia lah orang yang Tuhan kirimkan untuk menjadi partner gua seumur hidup. Buat pembaca gak tahu kisahnya, gua dan Lily bertemu sewaktu gua S2 di China. Kita adalah teman sekelas, sejurusan, dan seangkatan. Lily berasal dari Thailand, dan karena dia kurang lancar Bahasa Inggrisnya, gua berkomunikasi sama dia menggunakan Bahasa Mandarin. Meskipun kita berasal dari dua negara yang berbeda, meskipun kita tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa ibu masing-masing, tapi gua dan dia punya kecocokan yang tinggi di dalam banyak hal.

Bulan Oktober 2015 silam, akhirnya gua berhasil ajak Lily main ke Bandung. Selain ingin memperkenalkan Lily ke keluarga dan sahabat gua, kunjungan dia kali ini adalah sebuah momen penentu di dalam hubungan gua dan dia. Mengapa? Karena tahun depan gua dan dia akan lulus S2. Setelah lulus nanti, apakah kita masih bisa terus bersama? Gak ada yg tau. Mungkin gua dan dia akan dapet kerja di China, mungkin juga kita akan kerja di negara masing-masing. LDR itu berat, gua tau karena gua udah sering ngalamin, dan karena itulah, gua bertekad untuk ngelamar Lily sebelum kita lulus dan berpisah nanti.

Ikutan bikin meme Dilan ah...biar kekinian


Dan sebagai seseorang yang menganut budaya Timur, buat gua restu dari orang tua adalah salah satu hal yang paling penting. Karena itu, gua pengen orang tua gua mengenal Lily lebih dalam dan nantinya gua mau minta restu dari mereka untuk melamar Lily. Btw gua udah pernah ketemu orang tua Lily waktu gua main ke Chiangmai di tahun 2014 silam. Dan setelah itu, gua lumayan sering komunikasi dengan Mama nya Lily. Dan so far, meskipun gua belum minta ijin secara eksplisit, gua ngerasa kalo keluarganya Lily udah ngasih gua lampu hijau. Nah sekarang yang harus gua lakukan adalah bikin orang tua gua suka sama Lily dan minta restu dari mereka.

Lily stay di Bandung hanya selama dua minggu, setelah itu gua dan dia akan berangkat bareng ke China untuk melanjutkan studi. Selama dua minggu itu, gua ajak dia jalan-jalan dan kuliner di Bandung dan Pangandaran. Ada beberapa kali di mana gua biarkan Lily punya momen pribadi bersama Mama dan Papa gua juga. Untungnya mereka berdua juga bisa sedikit Bahasa Mandarin, jadi mereka bisa komunikasi sama Lily tanpa ada kesulitan.

Waktu gua dan Lily ke Tangkuban Perahu


Beberapa hari sebelum berangkat ke China, pada suatu malam, gua datang ke kamar orang tua gua dan minta pendapat mereka soal Lily. Untungnya, mereka semua suka sama Lily. Dan setelah mendapat lampu hijau itu, akhirnya gua mengutarakan niat gua kepada kedua orang tua gua.

"Pa, Ma, saya sudah pacaran sama Lily hampir dua tahun dan saya merasa bahwa dia adalah The One, orang yang Tuhan kirimkan untuk saya. Saya ingin melamar dia. Pa, Ma, apakah kalian merestui saya?"

Orang tua gua awalnya cukup kaget mendengar perkataan gua itu, tapi pada akhirnya mereka menyetujui dan memberikan restu. Singkat cerita, akhirnya Mama gua nemenin gua nyari cincin tanpa sepengetahuan Lily. Dan beberapa hari kemudian, gua berangkat ke China bersama Lily, beserta cincin lamaran di dalam backpack gua.

Restu dari orang tua pacar []
Restu dari orang tua gua []
Cincin lamaran []

Nah sekarang yang jadi masalah adalah...bagaimana cara ngelamarnya?

Sekedar info, Lily adalah seseorang yang sangat hobi nonton. Dan nonton bareng itu adalah kegiatan pacaran favorit kita berdua. Selain nonton film, gua dan dia juga sering nonton film serial, atau video Youtube bareng-bareng. Dari kegiatan nonton bersama inilah, gua mengetahui bahwa Lily sangat suka hal-hal yang berbau romantis. Udah gak keitung ada berapa banyak video proposal romantis dari Youtube yang Lily kasih liat ke gua. Ada yang ngelamar sambil terjun payung, ada yang bikin video selama 365 hari, ada yang beliin cewenya tiket pesawat ke luar negeri, dan lain sebagainya. Jadi menurut perkiraan gua, standar romantis di mata Lily tuh udah cukup tinggi. Kalau mau bikin dia terkejut dan terharu, gua harus cari cara ngelamar yang berbeda atau bahkan lebih kreatif dari video-video yang pernah dia tonton itu.

Dan itu gak gampang.
Nyaris mustahil tepatnya.

Sewaktu S2 di China, gua punya roommate seorang cowo dari Thailand, namanya Yunhua. Hubungan gua dan Yunhua ini cukup baik sehingga kita sering saling curhat-curhatan. Dia sering bantuin gua mikirin ide-ide untuk ngelamar Lily, tapi sayangnya ide-ide dia tuh banyak yang...aneh.

Me and Yunhua

Berikut ini adalah beberapa ide ngelamar dari Yunhua :
1. Ngelamar di lapangan olahraga sambil pull-up
---> ini gua yakin dia dapet idenya dari manga Ichigo 100% yang gua kasih ke dia
2. Ngelamar pake video
---> standar banget
3. Ngelamar pake video, di dalem videonya gua lagi salto dari posisi pull-up ke posisi berlutut
---> sayangnya gua di China belajar bahasa, bukan kungfu, jadinya agak ga mungkin
4. Ngelamar sambil nyanyi lagu Bahasa Thailand
---> terlalu standar
5. Ngelamar sambil pull-up terus nyanyi lagu Bahasa Thailand
---> ini orang kayaknya terobsesi banget sama pull-up, gak tau kenapa

Anyway, setelah puluhan idenya gua tolak, Yunhua mulai frustasi. Tapi di saat frustasi itulah, dia melontarkan sebuah pertanyaan yang pada akhirnya ngasih gua inspirasi

"Selaen nonton, lu sama Lily punya hobi apa lagi sih?"

Gua terdiam dan mikir sebentar, terus gua jawab:

"Traveling"

April 2015, gua dan Lily pernah traveling ke Shangrila, perbatasan Tibet yang tingginya 4000 m di atas permukaan laut

Ya, selama 3 tahun di China, gua dan Lily sudah backpacking ke lebih dari 60 tempat di China. Setiap ada libur beberapa hari, kita berdua pasti langsung cabut ke tempat-tempat eksotis di China. Dan dari situlah, akhirnya gua mendapatkan ide untuk ngelamar Lily.

"Ah...iya. Gua tau. Gua harus ngelamar dia waktu lagi traveling, Yunhua. Di sebuah tempat yang sangat indah dan eksotis, sehingga momen itu menjadi sangat memorable." kata gua kepada Yunhua, setelah mendapat pencerahan.

Yunhua mengangguk-angguk tanda setuju.

"Terus kalian berdua kapan ada rencana traveling lagi? Berikutnya mau pergi ke mana?"

Gua terdiam sebentar sambil ngeliat kalender di atas meja belajar gua.

"Minggu depan. Ke Jiuzhaigou."

Jiuzhaigou aka Lembah Sembilan Warna

(Bersambung ke part 2)

Penasaran sama lanjutannya? Jangan lupa tulis kritik dan komentarnya di bawah sini ya, supaya gua jadi makin semangat nulisnya hehehe. Tongkrongin terus Emotional Flutter!

The Most Important Thing

$
0
0

Gak kerasa tahun 2019 sudah mau berakhir, dan gak kerasa, gua udah hampir 1.5 tahun gak nulis di blog ini. Banyak yang terjadi sejak terakhir kali gua nulis di sini, tapi kita simpan ceritanya untuk lain waktu ya. Di postingan kali ini, gua mau nulis tentang sesuatu yang lebih penting. Atau tepatnya, sesuatu yang paling penting.

Tahun 2019 adalah tahun yang cukup buruk bagi gua.
1. Laptop kesayangan yang udah nemenin gua sejak tahun 2010 akhirnya tutup usia.
Begitu juga dengan HD external yang 8 tahun terakhir ini gua pake untuk nyimpen koleksi film-film gua.
2. Demi mencari biaya nikah, Sabtu-Minggu gua kerja part-time di universitas lain. Setahun terakhir ini, gua nyaris gak punya weekend (dan karena itulah, gua ga pernah nulis blog lagi). Eh tapi ternyata universitas tempat gua kerja part-time itu nunggak bayar. Sampai hari ini, gaji gua tahun lalu masih gak jelas kapan cairnya.
3. Dan gua juga kena tipu sama universitas tempat gua kerja selama 3 tahun terakhir ini, bonus tahunan gua gak dibayar. Padahal 3 tahun  terakhir ini gua bener-bener all-out kerja untuk mereka. Bahkan setahun terakhir di sana, gua sampe sering begadang, jam tidur gak teratur, dan gak ada waktu olahraga.
4. Akibat kurang tidur, kurang olahraga, makan kurang sehat, tahun ini gua resmi kena hipertensi.
5. Akibat faktor-faktor di luar rencana itu, akhirnya gua gagal memenuhi target nabung untuk biaya nikah, dan kayaknya nikahnya harus diundur, sampai waktu yang belum ditentukan.
Dan gua sempet ribut besar sama tunangan gua, sampai nyaris putus, gara-gara urusan nikah ini.

Dan masih banyak lagi kesialan-kesialan yang menimpa gua tahun ini. Wah kalau di list sih kayaknya bakal panjang banget.

Tapi di balik semua hal buruk yang menimpa gua di tahun 2019, tidak sedikit pula hal baik yang bisa gua syukuri dari tahun 2019 ini.
1. Gua berhasil pindah kerja ke universitas baru, yang jam kerjanya lebih masuk akal, yang gajinya sedikit lebih memuaskan, yang kasih gua lingkungan tempat tinggal yang lebih layak daripada universitas sebelumnya.
2. Tahun ini gua bertemu dengan banyak orang-orang yang hebat dan menyenangkan. Murid-murid dan rekan kerja di universitas lama, murid-murid dan rekan kerja di universitas baru, mahasiswa-mahasiswa Indonesia dan pekerja-pekerja asing yang juga tinggal di Nanning, dan masih banyak lagi. Terima kasih Tuhan untuk kehadiran mereka. Karena ada mereka di hidup gua, hari-hari gua di Nanning selalu penuh warna.
3. Agustus lalu gua juga akhirnya bisa pergi Karimun Jawa. Udah bertahun-tahun pengen pergi ke situ, akhirnya di tahun 2019 ini, impian itu bisa terwujud.
4. Last but not least, gua masih punya keluarga dan sahabat di Indonesia, yang selalu jadi sumber kekuatan gua menghadapi segala rintangan yang gua hadapi di tanah perantauan.

Gua bersyukur, untuk semua kebaikan dan keburukan yang terjadi di tahun 2019 ini. Semoga semua pelajaran ini membuat gua tambah tangguh dan bijaksana.



Anyway, di penghujung tahun 2019 ini, gua banyak introspeksi diri. Tentang hidup gua satu tahun terakhir, tentang masa lalu dan masa depan gua. Dan tiba-tiba gua menyadari sebuah hal penting : Beberapa tahun terakhir ini, gua terlalu menjadikan uang sebagai fokus utama di dalam hidup gua.

Tadinya gua memang punya target untuk nikah di tahun 2021, dan tentunya kalian semua tahu, bahwa yang namanya nikah itu butuh dana yang gak sedikit. Apalagi kalau nikahnya sama orang dari negara lain, kayak gua. Dan yang harus gua pikirin, bukan cuma resepsi pernikahannya. Setelah menikah, lalu? Mau tinggal di mana? Mau ngerjain apa? Terus rumah? Mobil? Anak?
Argh, pokoknya banyak lah yang harus direncanakan. Dan semua rencana itu butuh uang.
Dan tentunya kalian tahu, di masyarakat yang budayanya ketimuran, semua beban dan tuntutan itu ada di pundak laki-laki.

Semua tekanan itu membuat gua jadi money-oriented beberapa tahun terakhir ini. Sehari-hari, hidup gua selalu direfleksikan oleh angka. Berapa penghasilan gua per bulan, berapa pengeluaran gua per bulan, berapa uang yang harus gua tabung per bulan, berapa yang harus gua hasilkan supaya bisa invest dengan nominal sekian per bulan, dan lain-lain. Dan akibatnya, beberapa tahun terakhir ini, gua selalu mengarahkan hidup gua menuju ke arah yang bisa menghasilkan lebih banyak angka untuk bisa memenuhi target gua. Di mana penghasilannya lebih tinggi, ke situlah gua pergi. Tapi apakah gua bahagia dengan pilihan itu? Apakah dengan punya uang lebih banyak, lantas gua lebih bahagia?

Nope, ternyata punya uang lebih tidak menjamin bahwa hidup kita akan bahagia. Pertama, karena seiring bertambahnya pemasukan kita, pengeluaran kita juga jadi meningkat. Ini udah hukum alam, karena manusia itu memang gak ada puasnya. Bukan berarti gua boros, nggak. Malah gua orangnya cenderung pelit terhadap diri sendiri. Meskipun gua tinggal di negara empat musim, tapi gua cuma beli baju 1-2 kali dalam setahun. T-shirt gua udah pada belel, celdam karetnya udah longgar, kaos kaki udah bolong-bolong. Baju bagus dihemat, supaya jarang dicuci dan gak cepet rusak, jadinya cuma gua pakai pada event-event penting aja...

Yah tapi gua gak sampe segembel itu sih, karena penampilan itu juga penting. Tapi ya intinya, gua bukan tipe orang yang boros dalam belanja, baik belanja baju maupun makanan.

Kedua, karena sepandai apapun kita merencanakan keuangan kita, selalu ada hal-hal yang di luar rencana yang tidak terprediksi. Misalnya, laptop rusak, klien gak bayar, dll. Dan saat rencana kita tidak terpenuhi, kita jadi panik. Kejar target, itu yang ada di otak gua beberapa tahun terakhir. Dan akibatnya, setiap hari, hidup gua tuh rasanya kayak lagi kejar-kejaran sama angka. Kadang meskipun fisik udah lelah, otak etep gak bisa berenti mikir. Dan mungkin salah satu alasan kenapa belakangan ini gua sering insomnia.

Semua ini berjalan tanpa gua sadari, selama sekitar 20 bulan terakhir. Hingga beberapa hari yang lalu, waktu lagi ngobrol sama salah seorang sahabat gua soal masa depan, sekonyong-konyong gua buka kalkulator di HP dan mulai menghitung. Dan di saat itulah, tiba-tiba gua terkejut. Eh? Sejak kapan...gua jadi begini? Sejak kapan, gua jadi terobsesi sama angka?

Dan setelah gua abaikan angka-angka itu, ternyata gua tersadar. Selama ini yang gua kejar hanyalah angka. Tapi di luar angka-angka itu, ternyata gua gak punya tujuan hidup yang jelas, karena saat ini gua gak punya mimpi.




Padahal kalau kalian baca postingan-postingan gua di blog ini, terutama di tahun 2011-2016, gua adalah seseorang yang penuh mimpi dam imajinasi. Semua yang gua tulis adalah tentang keberanian gua melakukan hal-hal yang katanya gak mungkin, hal-hal yang gak bisa diprediksi, hal-hal yang nilainya gak bisa diukur pakai nominal. Hal-hal yang membuat gua bahagia.
Bahkan gua bisa S2 dan kerja di China sampai hari ini, itu semua adalah hasil dari keberanian gua untuk bermimpi dan menerobos segala ketidakmungkinan.

Dan sekarang kebalikannya, setiap ngomongin soal masa depan, gua pasti mulai menghitung di kepala gua. Segala sesuatu harus diprediksi dengan angka. Dan entah kapan, entah di mana, gua jadi kehilangan keberanian untuk bermimpi. 

Ternyata memang bener, bertahun-tahun terakhir ini, gua terlalu fokus sama angka. Sampai akhirnya gua melupakan hal-hal yang mungkin nilainya jauh di atas angka-angka yang gua kejar itu. Karena terlalu sibuk kerja gua sampe jarang meluangkan waktu untuk traveling atau nemenin cewe gua jalan-jalan belakangan ini, pantesan akhir-akhir ini jadi sering berantem. Karena terlalu sibuk juga, gua jadi jarang chat atau telponan sama keluarga di Indonesia.  Gua kurang istirahat, kurang olahraga, makan kurang dijaga, makanya jadi hipertensi.

Jadi, gua sibuk nyari uang demi kebahagiaan gua, tapi ternyata demi mencari uang, gua malah mengorbankan kebahagiaan gua sendiri. Ironis ya?



Karena itulah, melalui postingan kali ini, gua mau mengingatkan diri gua sendiri, dan juga teman-teman pembaca sekalian. Ya, uang itu penting, dan ya, hidup itu butuh direncanakan, tapi sebenarnya ada hal-hal yang jauh lebih penting dan berharga daripada semua itu. Waktu, misalnya. Luangkan waktu bersama orang-orang yang kita sayangi. Karena sebanyak apapun uang yang kita miliki, waktu itu tidak bisa dibeli. Luangkan juga waktu untuk merawat diri sendiri, supaya kita sehat secara fisik dan mental. Karena kesehatan adalah salah satu aset terpenting yang kita miliki. Untuk bisa menikmati hidup, kita harus sehat. Percuma banyak uang, kalau kita tidak bisa menikmatinya.

Tapi bukan berarti kerja cari uang itu gak penting ya. Kerja itu penting, karir itu penting, kebahagiaan dan kesehatan itu juga penting. Intinya adalah, semua itu harus seimbang. Ambil lah beban kerja yang sesuai dengan kemampuan kita. Jangan gara-gara demi dapat penghasilan lebih, lantas mengabaikan kesehatan, seperti yang gua alami di tahun 2019 ini. Demi bisa ngejar target nabung biaya nikah, gua ngambil beban kerja berlebih, akibatnya ritme hidup jadi berantakan dan gua jadi kena hipertensi. Sekarang demi ngobatin hipertensi, gua harus minum obat, setiap hari, selama 8-12 bulan. Rencananya mau nabung uang, sekarang tiap bulan malah harus keluar uang lebih untuk beli obat. Bodoh banget kan gua?

Karena itulah, melalui postingan kali ini, gua juga mau berjanji sama diri gua sendiri. Di tahun yang baru ini, gua mau mengubah prioritas hidup gua. Gua mau belajar bermimpi lagi, supaya gua punya arah dan tujuan hidup yang jelas untuk masa depan. Prioritas hidup gua bukan lagi angka, tapi nilai. Gua mau melakukan lebih banyak hal-hal yang bernilai, yang bisa memberikan manfaat dan juga kebahagiaan, bagi gua dan juga orang-orang di sekitar gua.

Di tahun 2020 yang akan datang, gua mau lebih banyak nulis, gua mau nerbitin buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk penutur asing, gua mau nurunin berat badan, gua mau lebih banyak menghabiskan quality time bersama orang-orang yang gua sayang, gua mau pergi ke tempat-tempat yang belum pernah gua datangi, dan belajar banyak hal-hal baru



Dan yang paling penting:

Gua mau bahagia.



Jadi, apa resolusi 2020 kalian, guys?

Kilas Balik Satu Dekade - 2010

$
0
0
Gak kerasa sekarang udah tahun 2020 lagi. Dan gak kerasa pula, ternyata udah hampir 10 tahun berlalu sejak gua memulai blog ini. (Meskipun sempet hiatus panjang di 2018-2019)

10 tahun, bukanlah waktu yang sebentar. Dan gua rasa, awal dekade yang baru ini, adalah saat yang tepat bagi kita semua untuk introspeksi diri.

Apa saja sih yang sudah kita capai selama 10 tahun terakhir ini?
Sudahkah kita mencapai target-target yang kita impikan?
Apakah kita bertumbuh menjadi sosok yang kita inginkan dulu?
Dan, jika diri kita 10 tahun yang lalu, melihat diri kita hari ini, apakah mereka akan bangga?

Melalui postingan ini, gua mau cerita tentang kilas balik kehidupan gua selama 10 tahun terakhir. Tentang hal-hal apa saja yang gua pelajari, gua syukuri, dan gua sesali di setiap tahunnya.
Semoga apa yang gua tulis di sini bisa bermanfaat bagi teman-teman pembaca semua.

Here we go...



Kilas Balik Tahun 2010

Tahun 2010, bisa dibilang adalah titik terendah hidup gua. Waktu itu gua masih kuliah di jurusan DKV. Sehari-hari, gua terlihat ceria dan sering tertawa, tapi sebenernya waktu itu gua lagi depresi berat. Ekonomi keluarga mulai terpuruk di tahun 2010 itu, situasi keluarga di rumah juga jauh dari harmonis. Karena itulah, di sepanjang tahun 2010, gua menyibukkan diri di kampus dan juga di gerakan pramuka, karena gua gak betah di rumah. Main bareng temen, kerja magang, dan ngebina pramuka adalah bentuk pelarian gua dari pikiran-pikiran destruktif gua.

(Baca juga : Selamat Tinggal Depresi)

Kerjaan gua dan temen-temen DKV di sela-sela jam kuliah


Foto bersama setelah Persami

Mungkin kalian gak percaya, tapi di awal tahun 2010, gua sempet mencoba untuk bunuh diri, untungnya gak jadi. Dan atas nasihat beberapa orang temen, gua mulai rajin nulis blog. Sebenernya sejak tahun 2003, gua udah nulis blog di Friendster, tapi blog gua waktu itu isinya cuma curhatan ababil dan puisi-puisi galau. Karena itulah, gua memutuskan untuk memulai blog baru, yang isinya lebih positif dan menarik, yang bisa dikonsumsi orang banyak. Dan saat itulah, Emotional Flutter ini lahir.

(Baca juga : Postingan pertama di Emotional Flutter)

Buat para pembaca setia Emotional Flutter, mungkin kalian sulit percaya ya, bahwa gua memulai blog ini dalam keadaan depresi? Hahaha. Sama, gua juga. Jadi ya, memang awalnya gua nulis blog ini tuh tujuannya adalah untuk mengalihkan otak gua dari pikiran-pikiran destruktif. Dan ternyata efektif! Ternyata menuangkan isi hati dan pemikiran gua dalam bentuk tulisan itu membantu gua melampiaskan rasa kesal dan sedih yang ada di dalam hati gua.

Di tahun 2010 waktu itu, gua udah jomblo selama 6 tahun. Selama 6 tahun terakhir itu, gua sempet suka sama beberapa orang cewe dan semuanya nolak gua. Selama tahun 2014-2010, mungkin gua udah pernah ditolak sekitar 6-8 kali. Hahaha! Bucin banget ya? Jadi ya, tulisan-tulisan gua di tahun 2010 itu, gak jauh-jauh dari cerita tentang mantan dan patah hati.

Di bawah ini adalah beberapa contohnya :
1) I Have This Little Box
2) Letting Go
3) Sepuluh-Sepuluh-Sepuluh

Tapi di akhir tahun 2010 ini juga, gua menghasilkan beberapa tulisan yang bisa dikategorikan sebagai beberapa karya terbaik gua di Emotional Flutter. Tulisan-tulisan inilah yang waktu itu berhasil menggaet banyak pembaca untuk datang ke blog gua.

1) Semuanya Dimulai Jauh Sebelum
2) First Heartbreak
3) The Way To Live Forever

Tahun 2010 itu, gua lagi hobi-hobinya main board game. Dan akhirnya untuk tugas akhir semester, gua berhasil bikin board game gua sendiri bertema Kamen Rider. Waktu itu gua dan temen-temen sering nongkrong sambil main board game ini, dan banyak temen-temen yang bilang bahwa board game bikinan gua ini seru banget. Sayang sampai sekarang belum sempet dikembangkan lagi karena data mentahnya hilang waktu Macbook gua rusak, di pertengahan tahun 2010. Hiks.



Jadi intinya, memang tahun 2010 adalah titik terendah hidup gua dalam satu dekade terakhir. Tetapi setelah itu, kehidupan gua perlahan-lahan menjadi jauh lebih baik. Seperti kata pepatah yang berkata, "Di titik terendah, manusia tidak punya pilihan lain kecuali menanjak ke atas, berjuang untuk memperbaiki hidupnya" dan itulah yang terjadi pada gua.

Tahun 2010 membentuk gua menjadi sosok yang tangguh, bijaksana, dan tidak mudah putus asa. Dan inilah kelak yang akan menjadi fondasi kesuksesan-kesuksesan gua di tahun-tahun yang akan datang.

Terima kasih, 2010.

And so, rock bottom became the solid foundation, on which I rebuilt my life

Teman-teman pembaca sekalian,
Bagaimana dengan tahun 2010 kalian?
Apa yang kalian alami di tahun tersebut?
Dan pelajaran berharga apa yang kalian pelajari?

Tinggalkan komen kalian di kotak komentar di bawah ini ya

Cherish The Beauty Inside

$
0
0

Hari ini gua baru nonton sebuah film Korea yang bagus banget, judulnya "The Beauty Inside" (2015)

Film ini berkisah tentang Woo-jin, seorang furniture designer yang punya penyakit aneh di mana ia selalu berubah wujud setiap bangun tidur. Kadang ia berubah wujud jadi pria, kadang jadi wanita, kadang jadi bule, kadang jadi lansia, kadang pula jadi anak kecil. Setiap hari selalu berubah-ubah, beraneka ragam ras dan usia, tidak pernah sama, dan kehidupan seperti ini sudah ia jalani selama bertahun-tahun.

Suatu hari, Woo-jin jatuh cinta kepada Yi-soo, seorang gadis yang bekerja di perusahaan distributor furniturenya. Dapatkah Woo-jin menyampaikan cintanya kepada Yi-soo, meskipun ia selalu muncul dengan wajah baru setiap harinya?

Rating : 10/10

Film yang satu ini memang mempunyai sebuah premis yang unik. Konsep yang diangkat cukup simpel, tetapi menarik. Yang jadi masalah di sini bukan hanya masalah Woo-jin membuat Yi-soo jatuh cinta kepadanya, tapi kalopun mereka jadian, apakah hubungan asmara itu bisa bertahan? Misalnya, apa cewenya ga akan dianggap "murahan" oleh orang-orang di sekitarnya, karena setiap hari selalu ngedate dengan cowo yg berbeda? Pokoknya banyak deh hal-hal menarik dan tidak terduga yang jadi plot twist film ini.

Tapi faktor utama yang bikin gua jatuh cinta sama film ini adalah...karena gua pernah berada di posisi Woo-jin.

Buat temen-temen pembaca yang udah ngikutin blog ini bertahun-tahun, kalian pasti udah gak asing lagi sama kisah-kisah cinta gua. Ya, perjalanan cinta gua sejak dulu sampe sekarang, memang gak pernah berjalan mulus. Dan sepanjang perjalanan itu, udah gak terhitung berapa kali tepatnya gua "berubah wujud"




Kecengan pertama gua waktu SMP bilang bahwa gua orangnya terlalu kaku, kurang fun, dan karena itu pada saat gua suka sama kecengan kedua gua, gua berusaha untuk jadi orang yang humoris dan ramah senyum. Tapi kemudian, ternyata kecengan kedua gua itu menganggap gua sebagai seseorang yang kurang bisa diandalkan, karena gua terlalu banyak cengengesan. Akhirnya, pada saat gua suka sama kecengan gua yang ketiga, gua mencoba untuk lebih tegas dan selalu take the lead, tapi kemudian gua tetep ditolak karena katanya gua kurang romantis, kurang bisa mengerti perasaan cewe, sehingga bikin cewenya ga nyaman karena ngerasa terlalu banyak didikte.

Akhirnya gua berusaha untuk make over lagi, gua berhasil bikin kecengan keempat gua sewaktu SMA jadi pacar gua, karena gua orangnya sangat care dan romantis. Tapi kemudian hubungan itu juga kandas karena keromantisan gua yang berlebihan, membuat cewe gua jadi terlalu terobsesi dan posesif.

Waktu berlalu, dan seiring gua tambah dewasa, gua berusaha menyatukan semua aspek positif yang ada di dalam diri gua. Gua jadi orang yang care, romantis, tapi tegas, dan humoris. Dan gua berhasil. Kecengan kelima gua ngerasa nyamaaannn banget sama gua. Saking nyamannya, gua sama dia sampe udah kayak adik-kakak...dan karena itulah, dia gak mau jadian sama gua, udah terlalu nyaman sebagai sahabat, katanya.

Sewaktu kuliah, gua berusaha lagi berubah untuk jadi lebih baik. Berusaha untuk membuat orang yang gua suka itu nyaman, tapi tetep jaga jarak, supaya ga masuk friendzone. Tapi ternyata ditolak, karena katanya cara PDKT gua kurang bikin greget. Akhirnya gua berubah lagi, make over lagi. Kecengan gua yang berikutnya berhasil gua bikin jungkir balik dengan ide-ide PDKT gua yang kreatif, tapi kemudian gua lagi-lagi ditolak, kali ini katanya karena penampilan fisik gua yang kurang menarik dan kayaknya gua kurang rajin, prospek masa depannya kayaknya kurang oke.

Akhirnya di sela-sela kuliah gua mencoba untuk lebih giat dan lebih aktif dalam berbagai kegiatan, organisasi, dan juga part-time. Gua jadi seseorang yang tidak hanya punya kepribadian menarik, penampilan oke, tapi juga punya visi-misi yang jelas soal masa depan. Tapi kemudian gua ditolak lagi, karena katanya gua terlalu fokus sama diri sendiri, sampe gak ngertiin perasaan orang yang gua sukai itu.

Pusing gak bacanya? Kalo temen-temen bacanya aja pusing, apalagi gua yang ngalamin?

Sampe satu titik, akhirnya gua jatuh terpuruk. Gua krisis identitas, karena saking banyaknya mencoba berubah demi orang lain, gua udah gak tahu sebenernya apa sih yang gua inginkan. Karena terlalu banyak pake topeng, akhirnya gua lupa sama diri gua sendiri. 




Gua kalo ngomong selalu berusaha menyenangkan orang lain, sampe gua sendiri gak tahu, sebenernya apa sih yang pengen gua omongin? Gua selalu berusaha menampilkan kualitas-kualitas diri yang menurut gua akan disukai oleh orang yang gua suka, sampe gua sendiri gak jelas, sebenernya gua tuh orangnya kayak gimana? Waktu itu, gua sampe gak inget, kapan terakhir kalinya gua jadi diri gua sendiri?

Tapi ya akhirnya gua berhasil bangkit dari keterpurukan itu. Tahun 2011, gua memulai lembaran baru hidup gua. Jati diri yang sudah hilang memang tidak dapat dipulihkan kembali, semua kegagalan yang sudah terjadi memang tidak bisa diulang kembali, tapi belum terlambat bagi gua untuk memulai sebuah kisah baru. Tahun 2011, gua menulis kisah yang baru, dengan tokoh utamanya adalah gua sendiri, diri gua yang sebenarnya.

Tahun 2011 itu adalah tahun di mana gua mulai serius ngeblog di sini, di Emotional Flutter, dan blog ini adalah saksi sekaligus bukti nyata dari tekad gua untuk berubah, berubah menjadi lebih percaya diri, lebih jujur, dan apa adanya. Kalo di blog yang dulu gua nulisnya dibuat-buat, karena berharap kecengan gua mau baca dan ngerasa kasian sama gua, di blog ini gua nulis apa adanya, sesuai apa yang gua pikirkan dan rasakan.

Yang gua tuliskan di sini semua adalah hasil letupan emosi gua, hasil dari spontanitas gua, makanya gua namain dia : Emotional Flutter.Emosi yang "berkibar-kibar".

Kenapa berkibar-kibar? Karena gua ingin perasaan gua bisa seperti sebuah bendera yang sedang tertiup angin. Meliuk-liuk dengan bebas, mengikuti arus, melambai dan bergoyang dengan lincah. Bak sehelai biji dandelion yang berselancar di udara, luwes, semena-mena, dan apa adanya, ke mana pun yang ia inginkan, mengikuti hembusan angin, tanpa ada yang perlu ditahan atau ditutup-tutupi.



Dan itulah memang yang terjadi setiap kali gua nulis blog. Gua kalo nulis blog, ga pernah bikin kerangka karangan. Ga pernah bikin kotretan, sketsa, atau skema. Semua yang gua tulis di sini adalah kata-kata yang meluncur bebas dari pikiran dan hati gua. Hampir semuanya ditulis sekali jadi. Langsung ditulis dari awal sampai akhir, tanpa disimpen ke draft, tanpa diedit. Waktu finishing pun, gua lebih banyak ngabisin waktu nyari gambar daripada ngedit tulisan.

Gua bukan orang yang seneng nulis ngikutin trend. Gua bukan orang yg peduli sama pageview, keyword, atau SEO. Tapi gua berani jamin, semua yang gua tulis di sini 100% buah pikiran dan emosi gua. Kalo kalian pengen jadi anak gaul, up to date sama gosip atau trend-trend terkini, kayaknya blog ini bukan blog yang tepat untuk kalian baca. Tapi kalo kalian lagi galau, lagi stress, lagi bosen, lagi buntu ide, atau sekedar butuh sesuatu untuk dibaca sambil boker, mungkin tulisan di blog ini bisa menghibur kalian.

Gua juga gak pernah niat jadi motivator. Semua yang gua tulis di sini sebagian besar adalah curhatan, yang di bagian belakangnya suka gua kasih tambahan kata-kata mutiara biar endingnya bagus. Kayak kalo ibaratnya kue/cake, kata-kata motivasi di bagian belakang tuh hanyalah buah cherry nya, hanya pemanis belaka.



Anyway, kembali ke topik utama. Bagaimana dengan kehidupan cinta gua, setelah tahun 2011? Apakah tambah mulus? Oh jelas tidak. Kisah-kisah gua masih tetap tragis (baca : Zhen Zhu Nai Cha), tapi setidaknya sekarang gua udah ga ngerasa krisis identitas lagi.

Sekarang gua sadar, kalo cinta ditolak, itu TIDAK berarti kualitas diri kita masih kurang baik atau tidak layak untuk dicintai, bukan, bukan itu.

Gak ada yang salah sama diri kita, kita cuma belum ketemu orang yang tepat, itu aja sih intinya.

Dan suatu hari, pasti akan tiba saatnya di mana kita akan ketemu seseorang yang bisa nerima kita apa adanya. Seseorang yang mencintai kita seutuhnya, termasuk segala kekurangan dan kebiasaan buruk kita. Seseorang yang menghargai ketidaksempurnaan dan menikmati proses. Seseorang yang tidak menilai kita hanya dari penampilan luarnya saja. Seseorang yang masih akan tetap sayang sama kita meskipun kita suka kentut atau sendawa sembarangan di depan dia.

Someone who can cherish the beauty inside of us.

A Letter To My 33 Years Old Self

$
0
0


Dear my 33 years old self,

Wow, can you believe that you are going to be THIRTY THREE YEARS old soon? And this happened in 2020, the year where pandemic happened and everything went wrong. Well, a lot has happened this year, some are good, some are bad, but anyway, let’s make this moment count.


When you are in your 20s, birthdays were always filled with laughters and parties. Remember those people who will show up on your door with powders and eggs? Those were the days. When you reach 30s, birthday are those moment when you feel like sitting alone in your room and quietly thinking about those hits and misses. Just like what we did together tonight. But hey, it’s all right.


Your 32s were filled with accomplishments and mistakes. And I’m really proud of you, for being able to go through it all. Here are some things you need to remember, my soon to be 33 years old self :


Life doesn’t always work out the way we want it to. There are things that you can control and there are some that you simply can’t. You don’t always get what you want, but if you try hard enough, you’ll get just what you need.


Focus on things that makes you happy, no matter how silly it is. And learn to appreciate everything that you have at the moment. Make peace with those painful past, don’t worry about what others think of you, and boy, it’s still okay to make mistakes, even though you’re 33 now. You’ll struggle at times, but you’re also growing. 


Don’t take things for granted, and always, always, stay kind. Be the one who puts a smile on everyone’s faces, but don’t try too hard to be a superhero either. Be gentle with yourself and ask for help when you need it the most. Sure, you’ll lose some people, that’s inevitable, but you’ll also meet more during your journey ahead.


There may be times when you feel like giving up, but do you remember that quote you loved many years ago? The one that says : “Everything will be okay in the end. If it’s not okay, it’s not the end.” Remember that one? Well, that one still applies at 33.


So, happy birthday, my dear self. Here’s to becoming 33 and making the most of it. 

Remember that you are loved, and always the best damn version of you!


With love,

from your 32 years old self



"In the end, it's not the years in your life that count;
it's the life in your years."




Tiga Filosofi Dalam Berbisnis dan Berelasi

$
0
0


Dalam beberapa bulan terakhir ini, di timeline sosmed saya banyak bertebaran kisah orang-orang yang tertipu oleh MLM atau investasi bodong. Di era pandemi yang penuh ketidakpastian ini memang banyak orang yang mengalami kesulitan finansial sehingga banyak orang yang akhirnya mencoba mencari "jalan pintas" untuk mengatasi masalah finansial mereka. Sayangnya, tidak sedikit pula dari mereka yang akhirnya tertipu dan mengalami kerugian lebih besar.

Sebenarnya keluarga saya sendiri juga pernah mengalaminya. Orang tua saya pernah dipaksa-paksa oleh seorang paman saya untuk ikutan MeMiles, semacam money game yang awal tahun ini akhirnya terbongkar sebagai investasi bodong. Sayangnya waktu itu saya sedang bekerja di luar negeri, jadi tidak bisa mencegah orang tua saya untuk termakan "godaan" iblis dari Paman saya itu.

Bagaimana sih cara untuk mengetahui apakah sebuah bisnis investasi itu berupa penipuan atau tidak? Banyak membaca dan bertanya kepada yang lebih ahli, itulah satu-satunya jalan supaya terhindar dari investasi bodong. Tapi di luar semua itu, tentu kita juga bisa menimbang menggunakan akal sehat kita, apakah sebuah investasi itu masuk akal atau tidak.

Pernahkah kalian berpikir, kenapa ada orang-orang yang bisa bergaul dengan siapapun, sementara ada orang-orang yang tidak memiliki teman sama sekali? Apa sih rahasianya, supaya kita menjalin relasi dengan lebih harmonis dengan siapapun? Bagaimana caranya supaya kita bisa mengetahui mana teman yang benar-benar tulus mau berteman dengan kita, dan mana orang yang mendekati kita hanya karena "ada kebutuhan"?

Melalui postingan kali ini, saya mau membagikan tiga filosofi hidup sederhana yang bisa dijadikan pegangan dalam berbisnis dan berelasi. Saya bukan ahli ekonomi ya, saya juga bukan pakar bisnis, tapi sepanjang perjalanan saya, tiga filosofi yang saya pegang ini cukup berhasil membantu saya dalam membina relasi yang baik dan menghindari bisnis atau investasi tipu-tipu.

Apa sih ketiga filosofi itu?


1. Uang Tidak Datang Dari Langit

Dalam Bahasa Mandarin sebuah pepatah yang berkata, "天下没有免费的午餐" (Tiānxià méiyǒu miǎnfèi de wǔcān / Di bawah langit tidak ada makan siang yang gratis

Yang kalau diartikan kurang lebih adalah "Di dunia ini gak ada sesuatu yang gratis"

Makanya, kalau ada yang menawari kita sebuah bisnis atau investasi yang kedengarannya too good to be true, kita harus curiga. Ini uang darimana datangnya? Kalau memang ada cara semudah ini untuk mendapatkan uang, di luar sana kok masih banyak yang miskin?

Jadi intinya adalah, uang itu gak mungkin datang dari langit. Kalau ada yang nawarin bisnis atau investasi, coba pahami dulu sistemnya, keuntungannya datang dari mana? Legal gak? Bisa dipercaya gak? Soalnya banyak yang orang males mikir dan akhirnya mencari pembenaran dengan bilang "Ya udahlah coba-coba aja, siapa tau beruntung"

Padahal yang namanya money games atau investasi bodong itu memang mengincar orang-orang yang "malas mikir tapi ingin cepat kaya" seperti mereka. Awalnya mereka akan minta kita menanamkan sejumlah uang, terus dalam sebuah waktu cepat, mereka akan memberikan kita profit atau hadiah, supaya kita senang dan bersedia menanamkan uang lebih banyak. Hingga sampai suatu titik, uang yang kita tanamkan dalam jumlah besar itu akan raib. Poof. Pada akhirnya, nilai hadiah dan profit yang kita terima di awal, jumlahnya tetap gak akan sebandung dengan jumlah uang yang dibawa kabur itu. Itulah akibatnya dari "mencoba-coba"

Dalam berelasi juga begitu. Kalau ada orang yang super duper baik kepada kita, bahkan sampai melewati batas kewajaran, kamu harus hati-hati, karena mungkin saja orang itu ada maunya. Saya sendiri pernah mengalami hal itu. Saya diajak ketemuan oleh seorang kenalan. Dia ajak saya ke restoran mahal, dan makanan saya semua dia traktir. Di situ saya udah mulai agak curiga, karena selama mengobrol dia kelihatannya punya suatu maksud yang belum dia ungkapkan. 

Sepulang dari restoran itu, dia ngajak saya untuk pergi ke spa mahal. Saya menolak-nolak, dan dia memaksa saya dengan iming-iming bahwa semua biayanya nanti dia yang bayar. Di sana saya 100% curiga dan tanya dia blak-blakan, dia butuh bantuan apa dari saya. Ujung-ujungnya ternyata dia bekerja sebagai "calo pendidikan" dan dia ingin meminjam nama serta ijazah S2 saya untuk didaftarkan ke sebuah perguruan tinggi yang baru saja berdiri. Jadi, nama saya akan dicatat sebagai dosen di situ, tapi pada kenyataannya, saya tidak bekerja di situ. Tentu saja saya menolak mentah-mentah.

Jadi inget, uang itu tidak datang dari langit. Pahami darimana datangnya keuntungan itu sebelum memutuskan untuk berinvestasi. Kalau ada orang yang baiknya gak wajar atau tawaran bisnis yang kesannya too good to be true, kita harus curiga, karena balik lagi, uang itu tidak datang dari langit, dan di dunia ini tidak ada hal yang gratis.


2. Equivalent Trade


Filosofi yang kedua, saya pelajari dari anime/manga Full Metal Alchemist. Buat temen-temen yang lahir di era 90-an, tentunya kalian udah gak asing dong dengan anime/manga yang satu ini?

Equivalent trade atau pertukaran yang setara itu artinya adalah : untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai, kamu harus memberikan sesuatu yang nilainya sama (In order to achieve something of value, you must sacrifice something of equal value.

Ini adalah prinsip yang saya pegang dalam hidup, baik dalam bekerja, berbisnis, ataupun berelasi.

Misalnya gini, pekerjaan yang gajinya 16 juta tentu tanggung jawabnya akan lebih berat daripada pekerjaan yang gajinya cuma 8 juta. Karena saat perusahaan memberikan kita gaji yang besar, sebaliknya mereka juga menuntut kinerja atau kontribusi yang setimpal dari kita. Makanya saya suka ketawa sendiri saat mendengar salah seorang teman saya yang gajinya belasan juta mengeluh atas pekerjaannya dan membandingkan dengan betapa santainya hidup dia saat gajinya masih di bawah 10 juta. Ya iyalah. Karena di dunia ini gak ada yang gratis, bro.

Dalam berteman dan berelasi, prinsip equivalent trade ini juga berlaku. Saya punya satu orang teman yang selalu bersedia mengantar-jemput saya dan teman-teman lainnya. Dan pernah beberapa kali, sepulang dari perjalanan, saya menawarkan dia untuk membagi rata biaya bensin yang dia keluarkan, dan dia menolak. Intinya, saya tidak bisa membalas kebaikan dia menggunakan uang. 

Tapi sebagai teman yang baik, tentu saya tidak boleh lantas memanfaatkan kebaikan dia (take him for granted). Sesekali, saya akan bersikeras untuk membantu dia membayar biaya parkir. Kalau dia ulang tahun, saya akan kirimkan kue ke rumahnya. Kalo makan bersama dia, sesekali saya akan mentraktir dia. Mungkin yang dia cari memang bukan balasan dalam bentuk uang, tapi kita bisa membalas kebaikan dia melalui cara-cara lain. Dengan begini, hubungan persahabatan kita akan terasa lebih seimbang, tidak terasa berat sebelah.

Jadi ya uang yang kita keluarkan SEHARUSNYA seimbang dengan kepuasan yang kita terima. Barang branded yang harganya lebih mahal seharusnya kualitasnya lebih baik daripada barang KW yang harganya lebih murah. Earphone yang harganya jutaan seharusnya kualitas suaranya lebih baik daripada earphone made in China yang harganya cuma 50.000an. 

Tapi dalam kasus tertentu, ada juga barang murah yg kualitasnya lebih baik daripada barang mahal. Kalau kalian menemukan barang murah yang kalian rasa kualitasnya lebih baik daripada barang mahal, bersyukurlah.

Ya itulah dua filosofi hidup sederhana yang saya pegang dalam berbisnis dan berelasi. Intinya sih simpel : keseimbangan. Jika kita ingin mendapatkan sesuatu yang bernilai dalam hidup, kita juga harus rela memberikan sesuatu yang nilainya sama. Kalau mau sukses dalam bidang akademis, kita harus meluangkan lebih banyak waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas. Kalau mau sukses dalam suatu bidang, kita juga harus menginvestasikan dana, waktu, dan tenaga yang setimpal dalam bidang itu. Jangan mau serba instant, karena di dunia ini gak ada sesuatu yang bernilai yang bisa kita dapatkan dengan cuma-cuma. Bahkan cinta sekalipun. Orang yang awalnya mencintai kita bisa berubah jadi membenci kita jika kita tidak menghargai atau membalas cintanya. Jadi ya, mari kita belajar untuk menghargai apapun yang kita miliki saat ini, sebelum kita kehilangan semua itu. 

Dan jangan pelit ilmu. Karena hanya dengan berbagi, baru kita bisa mendapatkan manfaat lebih dari ilmu yang kita miliki.

Ya, filosofi yang ketiga dan terakhir yang mau saya bagikan hari ini adalah :


3. Berbagi Itu Penting


Ya, ini adalah suatu hal menarik yang saya temukan dari pengalaman hidup saya : semakin banyak yang kita berikan, semakin banyak pula yang kita terima. 

Berbagi di sini tidak selalu dalam bentuk materi ya. Masih banyak yang bisa kita bagikan kepada orang lain selain yang berupa materi, misalnya waktu, ilmu, dan juga tenaga.

Dan balasan yang kita terima pun, tidak melulu dalam bentuk materi. Bisa dalam bentuk relasi, misalnya kita jadi bisa kenal orang-orang yang dapat membantu kita mengembangkan potensi diri kita. Bisa dalam bentuk companionship, misalnya orang yang hadir di sisi kita saat kita butuh didengarkan. Dan masih banyak lagi.

Mari kita umpakan diri kita sebagai segelas air. Jika gelas kita penuh, maka setiap tetes air yang kita terima hanya akan membuat isi gelas kita luber. Karena itulah kita harus selalu berbagi, supaya kita senantiasa punya ruang kosong untuk menerima hal-hal yang baru, ilmu-ilmu baru yang bisa memperkaya diri kita.

Saya kenal seorang teman yang selalu dengan senang hati berbagi ilmu dan pengalamannya kepada orang lain. Suatu hari, dia berkata seperti ini kepada saya : "Banyak orang yang berlomba-lomba menimbun ilmu dan kekayaan dengan dalih "investasi di hari tua". Saya sih gak mau ya, sukses dan kaya sendirian. Karena saya gak mau menikmati hari tua saya di villa mewah, sendirian. Saya mau sahabat-sahabat saya juga semuanya sukses bersama-sama saya, supaya di hari tua nanti, kita bisa beli rumah sederhana yang bersebelahan, lalu setiap hari kongkow minum teh dan mengobrol bersama di beranda rumah. Dengan begitu, masa tua saya jadi lebih berarti."

Ya, segala sesuatu itu baru akan bernilai lebih jika dinikmati bersama-sama. Bukankah begitu?



Letter To My Future Soulmate

$
0
0


Dear soulmate,

 

I sincerely hope that you're doing well and that you have been blessed with the life you have always wanted. I hope this pandemic isn't driving you crazy, and more importantly, I hope you haven't given't up hope of finding me.

 

I've waited for you a long long time. I don't think we have met yet, and that's ok. Whoever you are and wherever you are, I know that you exist, somewhere out there. I wonder, what are you doing now? Are you on the other side of the world, or are you in the same city as me? 

 

I wonder, when will we find each other? I've been playing a hundred different scenes inside my head about how we will meet for the first time and I hope it's love at the first sight. Our eyes would lock together, and when you finally smile at me, the world around us will fade until there’s only you and me left in it. It might sound incredibly cheesy, but I was born a romantic and you just have to deal with it.  

 

And if we somehow have met already, I cannot wait to find out who you are. I hope I’ll be good enough for you. I don’t expect you to be perfect and just so you know, I, too, am far from being one. I could be difficult and complicated, but I need you to not give up on me so easily like those people from my past. I need you to be the one who actually stays.

 

Dear soulmate, I hope one day you will get the chance to read this letter, and look back on your life before you met me. I really miss you right now. I've been through countless broken hearts and failed relationships. I’m getting tired and skeptical but I want to put my last hope on you. 

I know that life can seems difficult at times. And we will go through many tough things without each other, but that will make me appreciate you even more when you finally do arrive in my life. So please God, let us find each other when we are both ready.

 

Dear soulmate, whoever you are, wherever you are, I hope that you always know that you are loved. I want you to know that Im doing my best to find you sooner and I know how hard it is also for you to be doing the same. I love you. I will always love you, 'till the end of my days and beyond. Please wait for me. We will meet when the time is right.

 

Sincerely,

 

Your future soulmate




 

Short Escape To Tebing Keraton

$
0
0

Not every story has a happy ending. 
Sometimes, on rare occasions, you get that one story that doesn’t end with 
"And they lived happily ever after." 
But that doesn't mean that it's not worth telling.

So today me and a few friends of mine went to see the sunrise from the famous "Tebing Keraton". But when we arrive there at 4 am in the morning, the place was closed and only open at 8 am. The sunrise and the fog will already be gone by then.

The villagers nearby point us to a nearby old watchtower, they said we can get a glimpse of the beautiful sunrise from the top. What we didn't expect was, the path the tower was so muddy and slippery (and not to mention that I didn't wear proper hiking shoes). I slipped and fell down so many times on the way there. My clothes and hair are covered in dirt.

In the end we are to reach the tower and enjoy the beautiful view from above. It's not what we expected, but at least we didn't come for nothing. On the way home I did some contemplation and found out  that what I experienced this morning was an exact reflection of what happened in my life this year.

I've been in a relationship with my ex-fiancee for 7 years. I always imagined how exciting our future together will be. I made so many plans and dreams together with her. What place I would like to visit with her, what kind of life we will have together, we even already a name planned for our first kid! 

This is similar to what we feel this morning when we depart to Tebing Keraton. We've seen a lot of photos online and we expect to see a breathtaking view on the site. But when we arrived, unexpectedly, the site was closed. The gate was locked and there's no way through. Just like how my relationship, unexpectedly, hit the dead end.

We asked around and decided to go to the watchtower instead, but the path are so bad that we fell many many times. I know that my relationship has hit a dead end, but back then I refused to give up. I try to find a way around, trying to save what couldn't be saved, and in the process, me and her, we hurt each other, a lot.

In the end, even though I didn't get the breathtaking view of Tebing Keraton that I wanted, I still managed to get a glimpse of it, from the top of the tower. Even though me and my ex-fiancee wasn't able to stay together, but we did love each other, with everything that we have. Those 7 years that we've spent together, was a glimpse of how our life could have been.

Well it was not what I expected to see, but the view from the top of the watchtower was also breathtaking in its own way. Just like those 7 years I've spent with her. I didn't expect the ending, but I didn't regret every seconds that I've spent with her.

You let someone in. You loved. You gave your heart. You were happy, for a period of time. And that’s not a mistake, no matter the outcome. There are no mistakes in love, only moments where you learn, grow, and rebuild. Don't regret the way you loved.

I believe that I will have another chance to see the sunrise on Tebing Keraton, just like how I believe that in time, I will learn to love again. Despite everything, I still believe that true love exist. And that love, is the best thing we do, as a human being. 

And that loving, can never, ever, be a mistake.




Follow Emotional Flutter on Instagram : @emotionalflutter



My 2021 New Year Resolutions

$
0
0


Some people might think that making New Year Resolutions is useless and "New Year, New Me" is a complete cowcrap. Well. I've been doing it since 2009 and so far, it managed to bring some positive changes in my life.

Well I also struggled a lot and most of the time only managed to fulfill just a part of them, but it's still better than nothing, right? Cause small changes in your habit will eventually add up to huge results. No effort is ever wasted.

2020 has been the worst year ever for me. It's the year where the life as we know it ended. It's also the year where I lost the one thing I hold dearest for the last 7 years of my life. I feel sad, alone, broken, betrayed, depressed even. I started getting stomach and liver problems, I even got anxiety attack every now and then. I may look okay outside, but honestly, Im not.

So I will dedicate my 2021 to get back on my feet. First I need to heal up, both physically and mentally. I already started getting treatment and medicine for my physical problems, and so far it's doing great. But mentally? I think Im gonna need more time, and for sure I can't do it alone. So, read on.

Second, I decided that my 2021 would be about reconnecting. I want to spend more time reconnecting with those old friends and acquintances, and I for sure would like to meet new ones. So if any of you who are reading this feel up to it, let's meet and talk, whoever you are. I won't bother you with boring sob stories about my 2020, instead I want to talk with you about life, dreams, future, and positivity. Let's share our life stories. Let's motivate each other.

In the movie The Bucket List (2007), there is one scene that touched me the most. They said that the ancient Egyptians had a beautiful belief about death. After we die, when our souls get to the entrance to heaven, the guards will ask us two questions : “Have you found joy in your life?” and “Has your life brought joy to others?”

That’s why my third goal this year is to reconnect with my faith, reconnect with the universe, reconnect with myself. I want to know where I belong in this grand scheme called life and what I can do to make life better for people around me.

Last but not least, this is the year where I need to prove my self worth. Not to others, but to myself. 

To regain my self worth, I need to live better. 

So, this year...

1. I want to reasses my future plan. 

2. I want to manage my financial better. 

3. I want to get in shape, I'll lose 3kgs each month.

4. I want to read more books, at least one book every month.

5. I want to go to a place I've never been before.

6. I want to make someone smile everyday.

7. I want to cry tears of happiness.

8. I want to start investing.

9. I want to learn a new skill.

10. I want to get back into writing, at least one blog/IG post every week.

11. I want to relearn video editing and start my own channel. I want to make contents about positivity and self-healing.

12. I want to stay positive no matter how hard life may be and spread optimism in every thing that I do and say. (Have been doing it since 2011 and I'll keep doing it)


What about yours? 

What is your resolutions in 2021?

From 2020 to My Future Self

$
0
0


Dear my future self,


I'm writing this letter to you from 2020, just to remind you what one hell of a year it has been.

2019 hasn't been kind to you, so you started 2020 brimming with hope and positivity. And that's a good choice, really. Cause you managed to survive half of 2020 thanks to that positive attitude of yours.

When pandemic hit your life, you tried to be the positive voice of reason for your friends dan family. Although what you said or do doesn't seem to get through most of the time, but you've tried your best, and maybe, just maybe, it made a positive impact in their lives. 

Online teaching is not an easy thing to do, but you gave it your all. You re-learned and re-designed everything from scratch. You did a great job in maintaining the quality of your lessons, for the sake of your students. These are the things that you should always remember and be proud of this year.

One of the biggest downfall this year happened when you got betrayed and discarded by that one person who meant the whole world for you. But in the end you have to accept the facts that some people only meant to stay in your life long enough to teach you the lesson that you needed to learn. In the end, all you can do is to accept what is, let go what was, and believe in what will be. That's the lesson that God want to teach you this year.

During the process of healing and moving on, you've been through a lot. You reconnect with some old friends and also met a lot of new people. You got your heart broken a few times, and you also broke some hearts. You rediscover your dreams and purpose in life, and you also redefine your faith in God. But the most important thing is, you reconnect with yourself, you faced your greatest fear, and in the end, you learned how to love yourself even more.

Dear self, I want to congratulate you for surviving 2020. It was a long and difficult journey. Though you are bruised, battered, damaged, and weary, you got stronger and wiser through it.

I sincerely hope 2021 would be a better year for you. Spent more time with those people who matters to you, and never lose faith. Good luck.


With love,

Your 2020 self

What Lies After The End? (Part One - The Post Breakup)

$
0
0


Dear readers,

It has been a few months since I ever write anything here. And the reason for it is, mostly, cause I feel that I'm not in the position to write anything useful here. In the past 10 years since I started this blog, so many people has contacted me and told me that my writing somehow inspired them. Knowing that a little piece of my life that I wrote here could be useful for you, I couldn't be happier.

Anyway, what I'm about to share here today is not about something motivational or inspirational. I want to share with you readers what I felt during the first months of my breakup. I will honestly described what I felt during the first few months and I won't sugarcoat anything. It will be filled with raw emotions, negativity, and it may even be disturbing for some people. But maybe you'll learn a thing or two after reading it. So please, read at your own discretion.

---

As some of you might have known already, my 7 years long relationship ended last year when my fiancee broke up with me. For her privacy, I won't go into details about the reason why she broke up with me. But it was a completely one-sided decision, and she moved on pretty fast after that, leaving me hurt, broken, and alone.

And the fact that I'm the one who is being betrayed and discarded, doesn't really make me feel any better. For a person who used to love me that much, to betrayed and discarded me like trash, I must be so worthless and replaceable, right? And to tell you guys the truth, it's not my first time to be betrayed and discarded like this either, and yet, that doesn't make this loss hurt less.  

I kept asking myself why did this happened, and how did we went wrong? We used to be so in love and we communicate pretty well even though we came from a different country. I was loyal during all those months we spent apart because of Covid and I never once gave up on her until the very end. She was the one who refused to communicate and gave up on me. Just like that, those 7 years that we've spent together and even the fact that we are engaged suddenly means nothing to her. And that fact made me feel even more worthless.

At first, I was so sad. I cried for months and even contemplate suicide a few times. I couldn't sleep well at most nights and my health declined for the first few months. Sometimes all those sadness even made me feel nauseous and there are days when I just can't stop puking. Sometimes I could even see a little blood coming out together with water and mucus. And I can't eat anything after that, or I will started puking again.

And after a few months, just when I thought that I'm getting better mentally and physically, I started getting anxiety attacks every now and then. For those of you who didn't know what anxiety attacks is, it's a sudden feeling of losing control followed by a physical symptoms such as muscle tension, chest pain, increased heart rate, breathing difficulty, dizziness, and choking sensation. I'm not an expert at this, but after reading about all the symptoms and talking with a few people who understand, they believe that what I'm experiencing was truly an "anxiety attack"

I never had any anxiety attack or panic attacks before, so all of this was new for me. What happened? What caused it? There is no definite answers, I don't even know what the triggers are. All I know this that they could happen anytime and anywhere, without any known triggers or warnings.

And do you what's the worst thing about having anxiety/panic attacks? That feeling of fear and helplessness that you felt when you suddenly realized that you can't control your own body. Like it's ready to explode anytime and there's nothing you can do about it.

What have I done to deserve this? 

Is there truly any justification for anyone to cause this much pain and suffering to other human being? 

How can someone be so selfish and heartless? 

Is there anything I can do to undo everything? 

All that questions keep popping in my mind as I struggle to breathe and stay sane through every attacks that I experienced. 

Sometimes I even think about ending it all cause I just can't go through another attack. 

Please, stop.

STOP.

JUST LET ME DIE ALREADY.

I'm pretty sure I screamed those words even in my sleep.

And do you know what I felt after every anxiety attacks? A feeling of anger, hate, and disgust. 

I was angry and disgusted at myself for allowing her betrayal affected me this much. And I also hate her for causing me this much pain. 

And does that anger and hate help me boost or regain my self worth? 

Nope.

And is there anything I can do to make myself feel better during these situations? 

Nope.

All I did was endure though everything, all that sadness, fear, and hate over and over again 'till one day suddenly I started feeling numb to the pain.

And that's the beginning of my self-healing journey.

---

That's all that I want to share from the part one of this story. I just want you guys to know how painful it is to betrayed and discarded by someone that you love. And how a emotional pain can affect your physical well-being that much. I hope this article could also help spread awareness about the importance of mental health.

Thanks for reading 'till the end.

For those of you trying to heal or move on from a broken heart, I hope you know that you're not alone.

And for those of you who have someone to love and loved you, please cherish your partner.

Please leave your comments below, it will mean a lot to me.

Pelajaran Hidup Dari Membina Pramuka

$
0
0


Sejak kecil, gua hobi nonton film silat. Bukan hanya karena gebuk-gebukannya seru, tapi juga karena film silat itu punya banyak pesan moralnya. Salah satu pesan moral yang gua tangkap dari film-film silat yang gua tonton adalah "Setiap perbuatan baik pasti akan dibalas dengan kebaikan, dan setiap perbuatan jahat pasti akan mendapat ganjaran yang setimpal" Percaya ga percaya, prinsip inilah yang menjadi pegangan gua di masa-masa sekolah dulu.

Waktu SD, gua sering dibully, tapi gua jarang ngebales. Takut? Ada lah, tentunya. Tapi selain itu, gua juga percaya bahwa para bully itu suatu hari akan mendapat ganjaran yang setimpal atas perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan terhadap gua.

Selain itu, prinsip lain yang patut dicontoh dari para ksatria di film-film silat adalah...mereka bertanggung jawab dan berpegang teguh pada janji mereka. Kalau mereka udah janji mau melakukan sesuatu, sesulit apapun, pasti akan mereka lakukan sampai tuntas. Menurut gua, kalo seorang cowo bisa punya rasa tanggung jawab seperti ini, dia adalah cowo yang keren banget.

Sama seperti pendekar-pendekar di film silat, gua menemukan salah satu ujian terberat gua sewaktu SMA. Gua udah ikutan Pramuka dari SMP, dan sewaktu kelas 2 SMA, gua dan temen-temen seangkatan naik tingkat, dari Penggalang menjadi Penegak. Karena waktu itu pramuka di sekolah gua kekurangan pembina, angkatan gua yang baru jadi Penegak pun disuruh untuk ikutan membina.

Permulaannya, angkatan gua dan angkatan senior gua tuh membina bareng-bareng, tapi gak lama kemudian, senior gua pun lulus kuliah, dan mulai sibuk kerja. Jadilah angkatan gua membina sendirian. Gua dan 5 orang temen seangkatan gua pun bahu membahu untuk membina adik-adik kelas. Setelah lulus SMA, temen seangkatan gua ada yang kuliah ke luar negeri, ke luar kota, minggu demi minggu jumlahnya berkurang dan kurang lebih setahun kemudian, tinggallah gua seorang diri yang membina.

Awalnya, gua males banget membina. Gua bukan sosok yang cocok untuk jadi pemimpin. Gua ga tegas, ga punya wibawa, kalo ngomong di depan umum suka tergagap-gagap, dan gua ga ngerti apa-apa soal membina. Jaman gua membina bareng temen-temen seangkatan, gua adalah tipe yang bermain di belakang panggung. Gua seorang perencana, bukan eksekutor. Lah ini, gua ditinggalin sendiri? Gimana donk?

Gua pengen kabur. Well, sewaktu angkatan adik kelas gua naik jadi Penegak, gua melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan angkatan senior gua terhadap angkatan gua : gua kabur dan melimpahkan semua "beban" membina itu ke angkatan di bawah gua.


Suasana latihan Pramuka


Gua sempet non-aktif selama kurang lebih setahun, tapi selama setahun itu, gua ga pernah merasa damai. Setiap hari Sabtu tiba, gua selalu kepikiran soal anak-anak Pramuka yang gua tinggalin. Mereka apa kabar ya? Hari ini latihannya ngapain ya? Dan akhirnya, waktu gua balik lagi ke Pramuka, gua kaget. Anak didik yang tadinya jumlahnya dua puluh orang, sekarang sisa EMPAT ORANG. Anjrit. Empat orang. Latihannya mau ngapain coba? Mau maen basket aja kurang?

Dan angkatan adik kelas gua yang masih membina pun hanya tersisa satu-dua orang saja. Sisanya ga tau ke mana. Gua merasa bersalah banget. Anak-anak didik yang angkatan senior titipkan ke gua, sekarang cuma sisa segini? Gimana donk?

Dan sejak hari itu, gua kembali aktif membina bersama satu dua orang yang tersisa dari angkatan adik kelas gua dan beberapa kakak senior yang masih peduli. Gua memang gak tahu caranya membina, tapi saat itu gua bertekad bahwa gua mau belajar. Gua banyak baca buku tentang komunikasi dan leadership. Gua yang tadinya gak bisa bicara di depan umum, sekarang malah enjoy kalo disuruh ngomong di depan umum. Gua ikut kuliah-kuliah umum tentang pendidikan dan psikologi anak di kampus. Gua baca buku-buku tentang kepanduannya karya Lord Baden Powell dan juga silabus-silabus pendidikan kepramukaan di luar negeri. Meskipun ga 100% ngerti, tapi gua dapet banyak banget ide dan game untuk membina.

Kata siapa Pramuka itu membosankan dan ketinggalan jaman? Kalau jaman itu kalian ikut latihan di pangkalan gua, kalian pasti akan setuju bahwa pernyataan itu salah. Orang-orang tuh mikirnya bahwa yang namanya Pramuka itu kerjaannya cuma baris-berbaris dan simpul-menyimpul, padahal tidak begitu.

Gua bersama dengan para pembina muda lain waktu itu mempunyai sebuah prinsip utama : belajar itu adalah proses yang menyenangkan. Karena itu, kita banyak memutar otak untuk mencari cara supaya anak-anak didik dapat lebih menikmati proses belajar di gugus depan kita. Daripada ngasih mereka banyak teori, kita lebih memilih untuk mengajak mereka learning by doing. Permainan-permainan tradisional Pramuka kita kemas ulang menggunakan tema yang lagi populer saat itu.

Perang air sekaligus belajar sandi dengan tema Counter Strike? Permainan rebut tongkat dan cabut nyawa yang dikemas dengan tema DOTA? Liga Hoki dengan tema Harry Potter? Memeriahkan Hari Kasih Sayang sambil belajar bikin coklat dan berdansa Cha-Cha? Pokoknya games-games yang kita mainkan waktu itu ga kalah seru sama games-gamesnya Running Man atau Family Outing. Kata siapa anak Pramuka itu bisanya cuma baris-berbaris?

Berikut adalah sedikit contoh media bekas acara-acara yang pernah kita buat selama membina dulu :
Poster acara latihan Pramuka

Games detektif ala anak Pramuka

Liga hoki dengan tema War of The Gods
Liga Hoki dengan tema Harry Potter

Fandel kekinian
Kostum Halloween ala anak Pramuka...coba tebak gua yang mana?

Membina Pramuka yang awalnya terasa seperti beban, kini mulai jadi sebuah hobi. FYI, membina pramuka tuh sukarela lho, ga dibayar. Malah lebih seringnya gua yang nombokin untuk fotokopi, ngeprint, atau beli barang-barang untuk games. Tapi anehnya, kalo hari Sabtu ga membina, rasanya tuh kayak ada yang kurang. Seolah-olah hari Sabtu tuh rasanya ga lengkap tanpa membina Pramuka.

Sementara anak-anak seumur gua kalo weekend asik mejeng di mall, gua asik hujan-hujanan atau guling-guling di lapangan lumpur. Sementara temen kuliah gua malem minggu pada ngedate, gua lagi nemenin anak-anak Persami di Lembang. Gua juga masih sering hangout sama temen-temen gua kok. Maen Dota ke warnet, nonton ke bioskop dll...tapi malemnya, setelah gua beres membina Pramuka.

Kemping di Pantai Pamengpeuk


Tapi seperti sama halnya jalan cerita film silat, hidup ini selalu ada plot twistnya. Tahun 2010, ekonomi keluarga gua ngedrop. Pabrik bokap bangkrut, bisnis mama gua rugi ratusan juta gara-gara ditipu sama temen sendiri, rumah gua pun terancam disita sama bank. Pokoknya saat itu bener-bener titik terendah di hidup gua.

Saat itu gua mulai meragukan prinsip"Setiap perbuatan baik pasti akan dibalas dengan kebaikan, dan setiap perbuatan jahat pasti akan mendapat ganjaran yang setimpal" yang selalu pegang itu. Mama Papa gua tuh orangnya baik banget, mereka sering bantuin orang, ga itungan kalo sama temen, kok ujung-ujungnya malah dirugikan sama temen sendiri sih? Atau jangan-jangan, Tuhan itu buta, gak bisa bedain mana orang yang baik dan mana orang yang jahat? 

Di dunia banyak orang yang baik yang hidupnya menderita dan umurnya pendek. Sementara orang-orang yang seumur hidupnya banyak berbuat keburukan, koruptor misalnya, pengusaha yang suka tipu-tipu misalnya, malah kaya raya dan hidup damai sentosa sampai tua. Gak adil banget kan ya? Waktu itu gua sempet marah besar sama Tuhan.

Karena keterbatasan ekonomi, gua mulai rajin cari kerja part time. Gua magang di beberapa perusahaan desain, untuk cari uang tambahan demi kebutuhan sehari-hari. Temen-temen gua waktu itu ga ada yang tau karena gua memang gak cerita ke siapa-siapa. Gua masih suka hangout sama temen-temen gua, tapi frekuensinya dikurangin. Gua ga pernah minta dikasihanin atau minta mereka bayarin gua makan, nggak. Mama gua selalu pesen sama gua : "Ga punya uang, bukan masalah, uang masih bisa dicari. Tapi mental kita ga boleh kayak orang miskin. Ga boleh mengemis-ngemis dan minta dikasihani. "

Waktu itu gua sempet kepikiran mau berhenti membina pramuka, dan magang di perusahaan setiap hari Sabtu. Tapi selain gua ga tega ninggalin anak-anak didik gua, gua juga udah janji sama diri sendiri untuk terus membina supaya pangkalan Pramuka gua bisa kembali jaya dan minimal jumlah anak didiknya bisa sama atau bahkan lebih banyak daripada yang dipercayakan oleh angkatan senior ke angkatan gua.

Dan di sinilah ketahanan mental gua diuji. Singkat cerita, pada akhirnya, gua memilih untuk tidak mengorbankan yang mana pun. Jadi, kuliah jalan, kerja jalan, membina juga jalan. Dan percaya gak percaya, meskipun tidak secara langsung, Tuhan membukakan jalan bagi keluarga gua. 

Mama gua, meskipun hutangnya ratusan juta, dan orang-orang yang ngutang ke mama gua tetep gak bayar, tapi dalam hidupnya mama gua selalu ketemu sama orang baik yang mau nolongin dia, minjemin uang, atau ngasih kerjaan. Papa gua juga meskipun penghasilannya pas-pasan, tapi somehow keluarga gua masih bisa hidup, masih cukup untuk bayarin uang kuliah gua dan adik gua.

Dan gua masih bisa terus membina, dan berakhir waktu gua dapet beasiswa kuliah ke China di tahun 2012.

Waktu itu jumlah anak didiknya sekitar 20 orang, kurang lebih sama dengan jumlah yang senior gua tinggalkan ke angkatan gua. Gua cukup puas, target gua tercapai, dan gua pergi setelah gua memastikan bahwa gua punya penerus-penerus yang punya visi dan kecintaan sama terhadap Pramuka, sama seperti gua.

Hari terakhir gua membina...


Tahun 2016 lalu, setelah lulus S2 di China, gua pulang ke Bandung. Waktu gua lagi di Bandung, gua sempet ketemu dengan salah seorang kakak senior yang pernah membina gua dulu. Gua cerita ke dia bahwa gara-gara membina pramuka, gua ketagihan jadi seorang pengajar, dan gua mau kerja jadi pengajar di universitas di China.

Dia senyum, lalu nanya ke gua : "Jadi, pelajaran hidup apa yang kamu pelajari dari membina Pramuka?"

Gua jawab : "Banyak banget ilmu hidup yang saya pelajari sewaktu jadi pembina. Tapi, kalo boleh dirangkum dalam satu kalimat, selama membina saya belajar untuk jadi Selfless, belajar untuk melakukan sesuatu bagi orang lain dengan tulus dan tidak mengharapkan imbalan apapun. And it feels good."

Selama membina Pramuka, gua ga pernah dibayar. Sampe waktu beberapa anak didik gua pergi Jambore ke luar negeri pun, gua gak ikut pergi. Dan gua gak sirik karenanya. Karena dari membina Pramuka, gua belajar banyak soft skill dan pelajaran hidup berharga yang tidak bisa dinilai dengan uang. Dan semangat mengajar itu tidak pernah hilang. Sekarang di China pun, gua mengajar dengan jiwa dan semangat yang sama dengan sewaktu gua membina Pramuka dulu.


Nemenin Nanas dan Wisnu ikut lomba baca puisi


"Setiap perbuatan baik pasti akan dibalas dengan kebaikan, dan setiap perbuatan jahat pasti akan mendapat ganjaran yang setimpal"Sampai sekarang gua masih gak bisa bilang apakah kalimat itu benar atau tidak. Apakah yang namanya karma itu ada atau tidak, gua juga gak tahu. Tapi satu hal yang gua tau : berbuat baik itu tidak ada ruginya. 

Berbuat baiklah bagi orang lain, bukan karena ingin mendapat balasan, tapi karena kita memang tulus ingin melakukannya. Meskipun orang lain menjahati kita, sebisa mungkin jangan membalas keburukannya dengan keburukan. Kenapa? Karena setelah berbuat buruk, hati kita terasa tidak damai. Sementara kalo kita berbuat baik, setidaknya kita merasa damai.

Berbuat baiklah bagi orang lain, bukan karena ingin dipuji, tetapi karena berbuat baik itu rasanya menyenangkan. Lakukanlah segala sesuatunya dengan tulus, bekerja keras lah dan jangan pernah menyerah dalam keadaan sesulit apapun.

Dan percayalah, bahwa Tuhan itu nggak buta =)



Tambahan Info
Di Nanning (provinsi Guangxi, Tiongkok) lagi ada universitas yang ngasih promo harga murah untuk orang Indonesia yang mau belajar Mandarin lho. Universitasnya juga lumayan terkenal, ranking 70 dari 2500 universitas di seluruh China. Kalo ada yang tertarik untuk kuliah S1/S2/S3 atau belajar Bahasa Mandarin ke China, bisa kontak gua di keppi_kun@yahoo.com atau +8618269000643 (Whatsapp)


Pendaftaran ditutup tanggal 1 July 2017. Kuota terbatas. Serius only.
Viewing all 172 articles
Browse latest View live


Latest Images